By: ustadz Harry santosa
Punya suami yang kasar? Kaku? Garing dan susah memahami perasaan istrinya? Tidak mesra dgn anak? Coba tanyakan, beliau pasti tak dekat dengan ibunya ketika masa anak sebelum aqilbaligh.
Punya suami yang “sangat tergantung” pada istrinya? Bingung membuat visi misi keluarga bahkan galau menjadi ayah? Coba tanyakan, beliau pasti tak dekat dengan ayahnya ketika masa anak.
Kok sebegitunya?
Ya! karena figur ayah dan ibu harus ada sepanjang masa mendidik anak anak sejak lahir sampai aqilbaligh, tentu agar fitrah seksualitas anak tumbuh indah paripurna.
Pendidikan fitrah seksualitas berbeda dengan pendidikan seks. Pendidikan fitrah seksualitas dimulai sejak bayi lahir.
Fitrah seksualitas adalah tentang bagaimana seseorang berfikir, merasa dan bersikap sesuai fitrahnya sebagai lelaki sejati atau sebagai perempuan sejati.
Menumbuhkan Fitrah ini banyak tergantung pada kehadiran dan kedekatan pada Ayah dan Ibu.
Riset banyak membuktikan bahwa anak anak yang tercerabut dari orangtuanya pada usia dini baik karena perang, bencana alam, perceraian, dll akan banyak mengalami gangguan kejiwaan, sejak perasaan terasing (anxiety), perasaan kehilangan kelekatan atau attachment, sampai kepada depresi. Kelak ketika dewasa memiliki masalah sosial dan seksualitas seperti homoseksual, membenci perempuan, curiga pada hubungan dekat dsbnya.
Jadi dalam mendidik fitrah seksualitas, figur ayah ibu senantiasa harus hadir sejak lahir sampai AqilBaligh. Sedangkan dalam proses pendidikan berbasis fitrah, mendidik fitrah seksualitas ini memerlukan kedekatan yang berbeda beda untuk tiap tahap.
Usia 0-2 tahun, anak lelaki dan perempuan didekatkan pada ibunya karena ada menyusui, di usia 3 – 6 tahun anak lelaki dan anak perempuan harus dekat dengan ayah ibunya agar memiliki keseimbangan emosional dan rasional apalagi anak sudah harus memastikan identitas seksualitasnya sejak usia 3 tahun.
Kedekatan paralel ini membuat anak secara imaji mampu membedakan sosok lelaki dan perempuan, sehingga mereka secara alamiah paham menempatkan dirinya sesuai seksualitasnya, baik cara bicara, cara berpakaian maupun cara merasa, berfikir dan bertindak sebagai lelaki atau sebagai perempuan dengan jelas. Ego sentris mereka harus bertemu dengan identitas fitrah seksualitasnya, sehingga anak di usia 3 tahun dengan jelas mengatakan “saya perempuan” atau “saya lelaki”
Bila anak masih belum atau tidak jelas menyatakan identitas gender di usia ini (umumnya karena ketiadaan peran ayah ibu dalam mendidik) maka potensi awal homo seksual dan penyimpangan seksualitas lainnya sudah dimulai.
Ketika usia 7 – 10 tahun, anak lelaki lebih didekatkan kepada ayah, karena di usia ini ego sentrisnya mereda bergeser ke sosio sentris, mereka sudah punya tanggungjawab moral, kemudian di saat yang sama ada perintah Sholat.
Maka bagi para ayah, tuntun anak untuk memahami peran sosialnya, diantaranya adalah sholat berjamaah, berkomunikasi secara terbuka, bermain dan bercengkrama akrab dengan ayah sebagai aspek pembelajaran untuk bersikap dan bersosial kelak, serta menghayati peran kelelakian dan peran keayahan di pentas sosial lainnya.
Wahai para Ayah, jadikanlah lisan anda sakti dalam narasi kepemimpinan dan cinta, jadikanlah tangan anda sakti dalam urusan kelelakian dan keayahan. Ayah harus jadi lelaki pertama yang dikenang anak anak lelakinya dalam peran seksualitas kelelakiannya. Ayah pula yang menjelaskan pada anak lelakinya tatacara mandi wajib dan konsekuensi memiliki sperma bagi seorang lelaki.
Begitupula anak perempuan didekatkan ke ibunya agar peran keperempuanan dan peran keibuannya bangkit. Maka wahai para ibu jadikanlah tangan anda sakti dalam merawat dan melayani, lalu jadikanlah kaki anda sakti dalam urusan keperempuanan dan keibuan.
Ibu harus jadi wanita pertama hebat yang dikenang anak anak perempuannya dalam peran seksualitas keperempuanannya. Ibu pula orang pertama yang harus menjelaskan makna konsekuensi adanya rahim dan telur yang siap dibuahi bagi anak perempuan.
Jika sosok ayah ibu tidak hadir pada tahap ini, maka inilah pertanda potensi homoseksual dan kerentanan penyimpangan seksual semakin menguat.
Lalu bagaimana dengan tahap selanjutnya, usia 10 – 14? Nah inilah tahap kritikal, usia dimana puncak fitrah seksualitas dimulai serius menuju peran untuk kedewasaan dan pernikahan.
Di tahap ini secara biologis, peran reproduksi dimunculkan oleh Allah SWT secara alamiah, anak lelaki mengalami mimpi basah dan anak perempuan mengalami menstruasi pada tahap ini. Secara syahwati, mereka sudah tertarik dengan lawan jenis.
Maka agama yang lurus menganjurkan pemisahan kamar lelaki dan perempuan, serta memberikan warning keras apabila masih tidak mengenal Tuhan secara mendalam pada usia 10 tahun seperti meninggalkan sholat. Ini semua karena inilah masa terberat dalam kehidupan anak, yaitu masa transisi anak menuju kedewasaan termasuk menuju peran lelaki dewasa dan keayahan bagi anak lelaki, dan peran perempuan dewasa dan keibuan bagi anak perempuan.
Maka dalam pendidikan fitrah seksualitas, di tahap usia 10-14 tahun, anak lelaki didekatkan ke ibu, dan anak perempuan didekatkan ke ayah. Apa maknanya?
Anak lelaki didekatkan ke ibu agar seorang lelaki yang di masa balighnya sudah mengenal ketertarikan pada lawan jenis, maka di saat yang sama harus memahami secara empati langsung dari sosok wanita terdekatnya, yaitu ibunya, bagaimana lawan jenisnya harus diperhatikan, dipahami dan diperlakukan dari kacamata perempuan bukan kacamata lelaki. Bagi anak lelaki, ibunya harus menjadi sosok wanita ideal pertama baginya sekaligus tempat curhat baginya.
Anak lelaki yang tidak dekat dengan ibunya di tahap ini, tidak akan pernah memahami bagaimana memahami perasaan, fikiran dan pensikapan perempuan dan kelak juga istrinya. Tanpa ini, anak lelaki akan menjadi lelaki yg tdk dewasa, atau suami yang kasar, egois dsbnya.
Pada tahap ini, anak perempuan didekatkan ke ayah agar seorang perempuan yang di masa balighnya sudah mengenal ketertarikan pada lawan jenis, maka disaat yang sama harus memahami secara empati langsung dari sosok lelaki terdekatnya, yaitu ayahnya, bagaimana lelaki harus diperhatikan, dipahami dan diperlakukan dari kacamata lelaki bukan kacamata perempuan. Bagi anak perempuan, ayahnya harus menjadi sosok lelaki ideal pertama baginya sekaligus tempat curhat baginya.
Anak perempuan yang tidak dekat ayahnya di tahap ini, kelak berpeluang besar menyerahkan tubuh dan kehormatannya pada lelaki yang dianggap dapat menggantikan sosok ayahnya yang hilang dimasa sebelumnya.
Semoga kita dapat merenungi mendalam dan menerapkannya dalam pendidikan fitrah seksualitas anak anak kita, agar anak anak lelaki kita tumbuh menjadi lelaki dan ayah sejati, dan agar anak anak perempuan kita tumbuh menjadi perempuan dan ibu sejati.
Agar para propagandis homo seksualitas tidak lebih pandai menyimpangkan fitrah seksualitas anak anak kita daripada kepandaian kita menumbuhkan fitrah seksualitas anak anak kita. Agar ahli kebathilan gigit jari berputus asa, karena kita lebih ahli dan berdaya mendidik fitrah anak anak kita.
Salam Pendidikan Peradaban
#pendidikanberbasisfitrahdanakhlak
Itu adalah pengantar materi diskusi fitrah seksualitas hari kedua.
Berikut adalah materi yang disampaikan kelompok 2
Berikut beberapa pertanyaan dan jawaban yang sempat di bahas:
1. Nurul - Pekalongan
Assalamu'alaikum
Mbak mau tanaya ya, kesalahan pendidikan fitrah seksualitas yang bagaimana yang membuat seorang perempuan akan bersikap tidak baik ketika menjadi seorang ibu?
✓ sesuai dengan tahapan pendidikan fitrah sexual pada usia 7-10 tahun anak didekatkan dengan orangtua sesuai dengan gendernya, agar mampu mengembangkan potensi sesuai dengan sexualitasnya. Maka pada usia ini dekatkan anak perempuan dengan ibunya agar peran keibuan dan kewanitaannya bangkit. Dalam hal ini ibu mampu menjadi teladan dalam bersikap bagi anak2nya terutama anak perempuannya.
Sehingga ketika pada tahap ini peran ibu tidak melekat dengan baik dalam diri anak perempuannya maka bisa dimungkinkan anak perempuan yang sudah beranjak dewasa dan kini sudah mempunyai anak dia akan mencopas apa pola asuh yang dulu dia terima dari ortu terutama ibunya.
Apakah ibu yang mudah emosi karena lelah dan padatnya jobdescription sebagai ibu, tidak punya ketahanan emosi yang baik itu juga disebabkan salah atau terlambatnya pendidikan fitrah seksualitas diterapkan?
✓ banyak faktor yang menyebabkan, salah satu dimungkinkan karena ada tahap pendidikan fitrah sexualitas yang belum tuntas. Ibu yang mudah lelah dan padatnya jobdesk sebagai seorang ibu sehingga tidak mempunyai ketahanan emosi yang baik salah satu "obat mujarab" nya adalah dukungan seorang suami.
Jadi ketika beban ibu sudah berat namun suami sangat perhatian dengan istri, mau mendengarkan keluh kesah, mampu berempati dan mau berbagi tugas maka beban itu Insya Allah akan berkurang...sehingga emosi ibu akan lebih stabil
Maka pada tahap usia 10-14 tahun mengapa anak perlu didekatkan dengan lintas gendernya, supaya anak perempuan belajar dari figur ayahnya bagaimana lelaki yang baik sebagai suami maupun ayah..sehingga dia nanti mendapatkan suami dan ayah bagi anaknya yg juga mempunyai figur ayah yang baik
2. Saya tertarik sekali dg kalimat "aku ingin menjadi seperti ibu. Keren banget,".
Bisakah saya diberikan contoh harus mulai darimana supaya anak perempuan saya bisa mengidolakan saya?. Anak saya baru 6 bulan. Kadang" saya pasang muka marah gitu ketika dia makannya sambil rewel atau ketika saya masih banyak kerjaan dan dia pengennya diajakin main terus. Saya takut saya jadi ibu yg ditakuti, bukan diidolakan.. ππ
✓ nah ini...sepertinya banyak ya ibu yg merasakan seperti ini...termasuk saya salah satu anggota nyaπ€
Astagfirullah...semoga saya segera dilembutkan hati dan tidak mudah emosi ππ»ππ»ππ»
Saya jadi teringat cerita Bu Septi ketika acara field trip di Lebah Putih tentang ibu beliau...kenangan Bu Septi terhadap Sang Bunda sangat melekat dengan indah...dimana yang terkenang oleh Bu Septi akan ibundanya adalah ibu yang selalu tersenyum bahkan ketika putra putrinya melakukan sesuatu yang "menggelitik" hati dan emosi. Bahkan dalam kondisi capek Sang Bunda tidak pernah absen membacakan buku cerita walau putra putri sudah terlelap tidur.
Jadi mungkin bisa disimpulkan anggota keluarga dimana salah satunya adalah anak adalah klien utama kita (ibu) sooooo berikan service excellent bagi mereka. Ketika bertemu klien kantor saja kita bisa bersikap baik, ramah dan manis...apalagi terhadap klien utama kita yaitu keluarga
3. Dalam pendidikan seksualitas supplay keayah dan keibuan sangat dibutuhkan. Namun jika dalam keadaan salah satunya tidak ada/ single parent itu bagaimana?
π± Ada beberapa cara untuk bisa mengisi figure yang hilang sehingga anak tetap tuntas fitrah seksualitasnya. Pada anak yang broken home selain dengan menikah lagi, bisa juga dengan mengisi figur yang hilang tersebut dengan memperoleh figur dari kakek/nenek, paman/tante atau bahkan gurunya.
kemudian untuk kasus anak yang dititipkan ke daycare bagaimana?
Jika alasannya karena sesuatu yang sifatnya darurat harus menitipkan anak di daycare, sebaiknya pastikan beberapa hal
a.. Day Care yang dipilih adalah yang mengoptimalkan peran orangtua dalam prosesnya
b. Orang tua tetap bertanggung jawab pada penumbuhan seluruh potensi fitrah, diharapkan orang tua tetap berkomunikasi dan kerjasama kan dengan Day care yang dipilih.
c. Manfaatkan waktu ketika bersama anak dengan sebaik baiknya
Namun jika masih memungkinkan bisa diasuh di rumah agar tetap bisa mendapatkan figur untuk menuntaskan fitrah seksualitasnya.
4. Bagaimana cara mengatasi para perempuan yang mulai kehilangan sisi feminitasnya, sedang notabene sekarang dia sudah menjadi ibu? Bagaimana agar mereka bisa berperan sesuai gendernya dengan maksimal? Apa harus belajar fitrah seksualitas lagi dari awal?
πHal seperti ini prnh sy temui, kebetulan teman saya. Dr sekolah smpe punya anak 1 dia tomboy banget. Tp setelah pnya anak kedua dan ketiga lambat laun sisi kefeminitasnya muncul. Tentunya tak lepas dr dia berusaha dan belajar menempatkan diri sesuai gendernya. Krn dlm perjalanan membersamai anak2 mereka (kebetulan punya anak perempuan jg) dia tdk mau anak2nya meniru tingkah ibunya (yg agak tomboy) . Dukungan pendekatan penuh dr seorang ibu dan suami pun jg perlu. Krn belajar dan berusaha seorang diri tidaklah maksimal.
#day2
#kuliahbundsay
#fitrahseksualitas
#gamelevel11
Tidak ada komentar:
Posting Komentar